edisi mabok cover-nya eyes, nose, lips tablo x taeyang.
Selasa, 22 Juli 2014
Senin, 21 Juli 2014
jumbled words
Fantasy
“Right when you think it’s over, that’s when it starts to
hover.”
“Just accept that sometimes, there is a sadness that can’t
be erased.”
“When it rains, you get wet. When the wind blows, you shake.
It can’t go any other way. Yeah, it’s natural.”
Disowned Memories
“A short excerpt of memory in my worn out drawer.”
“I want to think of you for the very last time, but..”
“You.”
History of Silence
“I’m just a little tired. Everyone goes through this. Can’t
you just comfort me?”
“Even if they are common words. I should’ve said that I
wanted you to stay.”
Four Times Around the Sun
“While earth went four times around the sun. I longed for
you and shed tears hundreds of times. I longed for you and erased you hundreds
of times. Even after the long time passes and the earth goes ten times around
the sun.”
Grey zone
“I want you so much closer than this. But we are so much
better, when we are not together.”
Newton’s Apple
“It was like a roller coaster ride of never ending
questions.”
“Like Newton’s apple hit the ground, my gravity always lean
towards you.”
“When you are breaking in denial. I will be the one to hold
you.”
“And I’ll burn for you. Each and every part of me belongs to
you. When you’re in your darkest hour. I’ll put them all on fire and guide you.”
Night of Rebirth
“The weak and struggling days, those days are over.”
The Great Escape
“My faith is in danger, shaking like a candle light.”
“Whether it’s temptation or a threat, the thing I’m sure of
I’m always standing opposite of my sincerity.”
“Trapped in between self-pity and hatred. I trap all of
myself in regret.”
“In between the cracks of my heart here and there. The shadows
of despair silently seeps through.”
Dear Genovese
“I’m losing myself in the thick darkness.”
“I was living on while turning away from everything.”
Sunshine
“Don’t argue. Because there’s no one to listen anymore.”
“Don’t argue. Because you’re not the only one struggling.”
Blue
“I hear the rain clashing against the river. It rings
through the clogged up city. The moonlight is hidden by the clouds.”
“Tangled up in blue.”
“The night scene is drenched with rain. The numerous lights
are smearing. Was this always this beautiful?”
Ocean of Light
“I’m in the ocean of light.”
*) I currently listen to Nell's Newton's apple and got distracted by most of the songs
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Ia tidak mempercepat langkahnya malam itu. There’s still
plenty of time left. Setidaknya untuk dirinya sendiri. Perutnya penuh dengan
cola dan beberapa jenis makanan juga asam lambung. Beberapa waktu lalu senyum dan tawa tidak luput
dari wajahnya. Tapi, di dalam hatinya sendiri ia merasa kosong. Seperti kepompong
yang ditinggal sang kekupu pergi. Melompong.
Entahlah. Tiga hari ini semua tidak berjalan dengan
baik-baik saja. Acaranya diundur. Ia harus pasang badan dan tebal telinga
menghadapi segala komentar. Bibirnya lelah mengutarakan argumen yang bukan
merupakan pilihannya. Hari ini pun masih harus menghadapi hal-hal yang
membuatnya menyumpahi setiap organisme
hidup di dunia.
Sepatunya basah karena tersiram air. Spasi yang kurang
sedikit. Bahkan bersalaman dengan orang lain membuat telapak tangannya memiliki
garis merah melintang karena jarum. Tidak berdarah, tapi terasa pedih.
Kakinya masih melangkah. Dari sudut matanya lampu malam
Jakarta berkaburan di kanan dan kiri jalan. Semua jenis kendaraan bermata
merah, mengantri untuk keluar dari jalan. Orang-orang bersenda gurau,
bahagia. Ia merasa seperti gelas eskrim yang berisi kebahagiaan tumpah hingga
kosong karena sang pemilik tersandung di jalan. Kebahagiaannya kini tumpah ruah
di jalan yang dingin sementara sang gelas.. kosong.. kemudian terinjak oleh
orang yang melintas di jalanan.
Ah.
Ia berbicara pada supir tunawicara untuk tahu jalan pulang. Tiba-tiba
merasa nyaman dengan kehadiran sang supir. Begitu saja. Kadang rasa tidak perlu
pembicaraan. Malam mulai merasuk. Beberapa penumpang turun satu per satu. Kini
hanya tersisa tiga penumpang di bus tersebut. Jalan pulang laiknya korek api
yang dua per tiga bagiannya sudah hangus terbakar ketika hujan turun dan
menderas.
Wiper bus bergerak ke kanan dan ke kiri. Tampak gelisah. Tapi
ia merasa semakin tenang. Semuanya terasa benar. Setidaknya untuk hatinya. Tetes-tetes
air membentur jendela bus, menganak-sungai kemudian jatuh bak air mata. Setidaknya
jadi perwakilan untuk air matanya yang tak kunjung turun. Seberapapun sakit hatinya.
Halte pemberhentian. Ia melangkahkan kakinya keluar dari
bus. Orang-orang membuka payung dengan cepat, bergantian, seperti musim yang
menyebabkan bunga-bunga mekar tiba-tiba. Ia membuka payungnya. Melangkah,
menjauh.
Jalanan lebar itu lengang. Sangat lengang hingga ia bisa
mendengarkan tiap-tiap rintik hujan membasahi payungnya. Ia berjalan. Berjalan lagi.
Dan terus berjalan. Hingga jalanan tersebut berkelok dan terbagi menjadi
anak-jalan yang jauh lebih kecil dan lebih lengang. Hingga ia bisa memiliki kesimpulan bahwa
hanya orang-orang dermawan yang menyalakan lampu terang di malam seperti ini.
Hujan menderas. Ia berbelok, memutar. Ia tidak ingin pulang.
Tapi ia sudah begitu dekat dengan tujuannya, pulang. Ia merasakan hujan di telapaknya yang terluka. Perih. Tidak berdarah,
tapi perih. Seperti hatinya.
Perlahan tapi pasti, ia sadar ia hanya berkeliling di
sekitar rumahnya. Tak lama usai belokan demi belokan membuat pikirannya semakin
lurus cahaya terang datang dengan tiba-tiba. Ia tahu rumah tempatnya pulang
sangat dermawan. Cahaya terang bukanlah masalah besar.
Ia pulang.
Tangannya sakit. Kakinya sakit. Dadanya sakit.
Tapi setidaknya, kini kata-kata telah menjadi jalan, bukan
lagi simpul-simpul gagal terurai.
Sabtu, 19 Juli 2014
semangat, kak!
When I thought on giving up..
Then there’s a photo taken on June, 21st this
year.
Looking on my field notes makes me sad yet thankful.
See, it has been quite shabby because of the circumstances
(rain, muddy field, dirts)
Somehow it reminds me of how hard the tracks I’ve been
through. Licin, jurang, duri rotan, lumpur, capek, keabisan nafas, ga ada
pegangan, jatuh, lumutan, jatuh lagi, nanjak, naik, berat di bokong, gagal
naik, ga ada minum, pulus, digigit semut, sosorodotan, becek, dan banyak lagi.
Minggu, 06 Juli 2014
menyambut juli
Banyak hal yang tiba-tiba menyerang pikiran gue begitu aja
ditengah malem kayak gini: mostly, there are three points.
(1) Growth
and development (bukan ini bukan salah satu judul presentasi buat mata kuliah
semester kemarin :’ ) bulan Juli ini lahir dua nyawa baru ke dunia, kebahagiaan
besar buat keluarga besar gue. Things were fascinating. 3 Juli kemarin, kakak
sepupu gue yang hanya beda lima tahun dari gue, melahirkan. A baby boy, namanya
Difta (gue masih gak yakin sama spellingnya since his mom called him just by
coy, or Shani—gabungan nama ortunya).
Dan..
Gue masih berpikir ada sorcery
apa antara gue ngambil matakuliah struktur dan perkembangan hewan dan acara
lahir-lahiran. Man, gila, gue masih inget masalah kelahiran yang emang dibahas
terakhir itu dan ngedengerinnya sendiri masih bikin gue takut. Masalah perkembangan
manusia yang dari segumpal darah, jadi bayi, sampe sebesar diri kita sekarang. Kayaknya
saking amazednya gue sampe gue kebingungan sendiri dan.. lost. Ga nyampe otak
gue. They’re sort of a living miracle for me because.. gue ga ngerti aja yang
kemarin gue pelajarin terus sekarang brojol ke dunia. The stuffs about USG,
things about masa subur, ovulasi, so on and so forth. I couldn’t get a proper
way to write this.
(Ah, anyway, congratulation kakak sepupu for the healthy baby boy. Semangat untuk ngasih ASI eksklusif-nya!)
Yes..
Then there is father.. pas gue
sadar ternyata keponakan gue sekarang udah empat dia bilang “Nah, emang kayak
gitu waktu, tiba-tiba kalian udah gak muda lagi aja.” Yang secara gak langsung
menyiratkan untuk us (terutama gue dan adek gue yang mulai peralihan remaja –
dewasa) to thinks about future. Ga ada lagi main-main (iya maafin gue yang
tidur 15/24 hrs a day, Pa), dan kenyataan bahwa ya.. mungkin masa remaja kita
udah selesai.
Dan kenyataan bahwa kakak sepupu
gue yang jaraknya lima tahun sama gue udah punya anak. Taruh kata (siapa yang
tau kan) lima tahun lagi gue udah di posisi dia. ((Di posisi dia. Dan gue
gabisa ngebayangin gue jadi Ibu gitu terus ngelahirin terus terus terus ah
bingung otaknya ga nyampe. Terus gue ngebayangin gue bakal berantem sama
orangtua gue masalah nama. Ya, gue mau nama anaknya Ixora. Ga mau tau
kedengeran aneh juga pokoknya kata itu harus nyelip.))
Dan kenyataan bahwa kakak sepupu
gue nanya “Semester depan semester lima dong yah? Bentar lagi skripsi terus
lulus deh, kan?” Bikin gue shock kenapa kehidupan gue secepat ini bergulirnya.
Kenyataan selalu mengejudhkan
bukan? Baru kemarin metlit sekarang udah mau bikin skripsi? Ah.
I missed coloring.. |
(2) On
how kenapa gue tiba-tiba banyak urusan. Ini itu ini itu ini itu. Bete. Gue sebel
banget kalo baru aja asik nyantai-nyantai e terus kehidupan kampus gue banyak
yang mesti diurus. Ha. Egoisnya gue sih, udah tau you can’t live alone. Tapi gue
menikmati banget sendirian, banyakan tidur, magabut, putus kontak sama socmed,
pura-pura bloon, bikin hidangan berbuka bareng mama (which akhir-akhir ini
keliatan agak kesepian semenjak adek gue balik malem terus padahal bulan puasa gini), baca-baca novel (I finished
The Fault in Our Stars, finally) instead of jurnal-jurnal bryophytes, atau
kerjaan pengamatan kemaren.
Apa emang gue se-pemalas itu? Gak
kan? Please tell me no.
(3) Dan
kenapa gue bilang dengan santainya bahwa “People Changes” dan gue jadi salah
satunya orang yang gabisa nerima perubahan itu. I’ve been wounded so many times
and sometime I forgot how to heal my scars.
perhaps my favorite |
Langganan:
Postingan (Atom)