Senin, 01 Desember 2014

acceptance

aku masih ingat hari itu serupa baru terjadi kemarin. tangan kami bergetar pucat terguyur air hujan tnggp sejak tepat tengah hari tadi. letih sudah ampun-ampunan, pagi tadi berjalan menelusuri ciwalen dengan mencatat tiap jenis tetumbuhan liar, dari yang berukuran lebih kecil dari jarimu hingga yang satu helai daunnya lebih panjang dari tinggi badanmu.

hujan tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. jas hujanku sudah tidak berguna lagi dan hawa lembab dingin menemui kulitku. bagaimana dengan nona t yang hanya pakai payung dan cardigan tipis? aku tidak bisa membayangkannya. bibir bawahnya sudah biru tapi kaki kami masih terpancang pada salah satu titik bebatuan dan masing-masing mengerjakan tugas masing-masing.

aku dengan meteranku, menerka tinggi dan jenis. nona l sebagai rekanku, skalaku, dan pemegang kamera. nona r membantu mengambilkan hal-hal yang kuperlu. nona t mencatat segala hal yang menarik dicatat, dan nona c membantu nona t juga mengukur hal-hal kecil lain dengan penggaris dan kameranya.

"yang raciborskii belum dapat datanya, y." aku terdiam. kakiku sudah nyaris keram tapi aku diam saja. aku pernah mengalami yang lebih buruk. ini tidak seberapa. gumamku menyemangati diriku sendiri.

"mau nyebrang sungai? arusnya deras tapi, hujan. mau nekat?" nona l menyanggupi. kami nyaris saja mengarungi sungai itu mengabaikan diri kami ketika akhirnya ditemukan individu bernama raciborskii itu.

sungguh. tanganku bergetar.
saat ini, saat kembali melihat fotonya. hatiku berdegup, tergetar.
tanganku pucat kecil dan rapuh, dalam foto itu. bila kudeskripsikan rasanya waktu itu akan jauh lebih menarik lagi. pucat kebiruan karena dingin juga harus bergesekan dengan duri tajam milik individu raciborskii, basah kotor namun bercampur dengan rasa kemenangan.

-

untuk sesaat aku teringat hal itu. kenangan lama itu berputar bak sekelebatan film di otakku.

adakalanya aku rasa menyerah itu suatu tempat paling tepat karena kini kita dan keadaan sudah tidak berteman sebaik dahulu. tapi melihat foto ini membuatku sangsi akan tempat bernama rasa menyerah. kala itu menyerah tidak sempat terlintas, bahkan hidup mati pun tak kuperdulikan selama aku tidak menyerah.

entahlah. aku selalu jadi yang paling terakhir mengerti, 'kan?

Tuhan yang mahabijak, mahapengertian, mahapenyayang dan mahapenguasa. ini doaku di tengah malam ini. hambaMu yang bingung tentang bagaimana caranya bersyukur ini memiliki suatu keinginan; dan sepenuhnya percaya karena Kau-lah yang mahabaik.

"i want to learn more and more to see as beautiful what is necessary in things; then i shall be one of those who make things beautiful."

sama indahnya dengan kemampuan mengingat masa lalu ketika masa ini sedang sulit dan masa depan berupa lubang hitam penuh pertanyaan. serupa keindahan sesaat bunga sonokembang yang pagi ini mekar dan sore nanti gugur tersiram hujan.

hidupku 'kan serupa dengan bunga itu, bukan? pagi mekar dan kala sore gugur. 

sesingkat itu.

tapi semoga sebermanfaat bunga tersebut kepada pohonnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar