Kamis, 22 Oktober 2015

lettre

"Suratmu itu tidak pernah akan terkirim, karena sebenarnya kamu hanya ingin berbicara pada dirimu sendiri. Kamu ingin berdiskusi dengan angin, [...], dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam."

"[...], hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Realitas berubah. Seluruh simpul dari kesadaran kita berkembang mekar. Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia."

"Kamu takut."

(Semua diambil dari Surat yang tak Pernah Sampai, Buku Filosofi Kopi, Dewi Dee Lestari)

Jumat, 25 September 2015

mate

Opa mengerjapkan mata, lagi-lagi, diantara dua badan yang menghalang, ia bisa lihat Kina lagi duduk dengan mata terpancang pada layar handphone. Mereka berdua selalu bangun kepagian.

“Paaagi Kina,” Suara khas Opa yang berat tapi lembut menyapa telinga Kina.

“Oh, pagi. Udah bangun? Subuh gih, gue udah tadi abis nyuci.”

Opa meninggalkan kamar. Selesai Opa wudhu dan solat subuh dia membangunkan dua orang lain yang masih pulas, merajut mimpi. Ninuk sama Cibi. Dua-duanya sama-sama susah dibangunin. Kina udah nyerah duluan bangunin mereka. Opa emang yang paling sabar.

Usai satu kamar itu bangun, kamar sebelah juga bangun—tapi hanya dua orang yaitu April dan Sukma. Hari ini yang beli sarapan adalah Ninuk ft. Cibi.

“Bokap juga bukan, tapi pagi hari udah liat muka dia aja.”

“Telfon Amat sama Mara, Pa.” Ujar Sukma. Dua orang berjenis kelamin laki-laki yang beda rumah itu harus di telfon supaya bisa sarapan tepat waktu. Baru kemudian mereka bisa mulai aktivitas masing-masing.

“Halo? Amat? Udah bangun ‘kan? Mara? Oh, lagi mandi. Yaudah, sarapan udah siap, tinggal datang aja ya kesini.” Suara merdu Opa jam 6 pagi sudah sangat dihafal Amat. Meskipun caller ID menunjukkan nama Kina, tapi yang punya handphone paling malas ngomong.

Pagi dimulai usai sarapan nanti, rutinitas ngajar, penyuluhan, atau hanya ketemu staff di Balai Desa sudah jadi agenda masing-masing orang.

Tapi rutinitas itu tidak berlaku untuk dua orang gadis cantik yang baru ngucek-ngucek mata pas sarapan udah ada di depan mata. Yang berambut pendek, Okta, langsung mengambil bungkusan uduk yang masih hangat. Sementara yang berambut panjang, Erin, sibuk mengajak April untuk olahraga pagi. Karena mereka lagi melangsungkan agenda diet.

“Nyokap juga bukan, tapi hampir tiap hari masakin makanan enak.”

Erin membuka forum. Pertanyaan tentang makan siang selalu diutarakannya. Hari ini dia bakal masak spaghetti keju. Bahan bakunya sumbangan dari April. Sukma, yang masakannya juga enak, bakal absen masak hari ini, dia harus ngajar.

Selesai makan pagi. Piring-piring ditumpuk dan dicuci. Karena sama sekali tidak bisa bantu masak, sudah jadi tugas utama Kina untuk mencuci piring, seringnya duet bersama Cibi.

“Galon jangan lupa beli ya, Mar.” Pesan Opa, yang memang perhatian sekali dengan asupan minum yang masuk ke tubuhnya.

“Late night snack.”

Malam sudah larut, rapat sudah selesai, agenda hari ini harusnya diakhiri. Tapi belum ada yang ingin beranjak. Kina dan April laper. Iya, April yang pernah diet selama dua hari aja.

“Gue sama April bikin mie dulu, ya. Ada yang mau nitip ga?”

Tujuh orang mengangkat tangan di udara. Hanya Erin yang masih usaha mempertahankan bentuk tubuh idealnya. Dan setelah di cek lagi di Jakarta. Mereka ber-sepuluh berat badannya tambah sekitar dua hingga tiga kilogram. Apa lagi penyebabnya kalau bukan makan snack di tengah malam?

“Pacar juga bukan, tapi jadi yang paling khawatir kalo pulang malam.”

Mara lagi sibuk, ngontakin Erin sama Okta yang gak ada kabar. Tujuh orang sisanya lagi berharap cemas menunggu mereka berdua pulang. Pasalnya, Erin sama Okta keluar lewat jam 10 malam untuk ke alun-alun Kota.

“Gue khawatir,” Kata Sukma, “Firasat gue ga enak.”

Dan, ternyata, malam itu, jadi malam paling ricuh karena Erin sama Okta diciduk Satpol PP di alun-alun Kota usai beli nasi goreng dan martabak titipan.

“Kenalan juga bukan, tapi jadi yang paling pengertian saat dibutuhkan.”

Minggu kemaren Okta sedih karena kangen pacar di Jakarta sana. Minggu ini giliran Sukma yang ogah-ogahan ngapa-ngapain usai ngajar—bentar lagi alamat putus dari pacar berondongnya. Minggu depan jadwal Erin dapet jadi sudah pasti dia uring-uringan. Tadi malam Opa kangen rumah banget, dia ga mood geser seinci dari kasur pun jadinya. Sekitar tiga malam lalu, Cibi dan Ninuk melek sampai pagi karena masing-masing curhat tentang banyak hal yang membuat mereka badmood. Mara galau banget karena dipilih sepihak jadi Ketua 17-an Kampung.

“Kita ga pernah badmood, ya?” tanya April ke Kina.

“Gue pernah,” Sanggah Kina. April ketawa bego.

“Iya, bete sambil minum tiga botol yakult gara-gara gabisa buang air 6 hari. Emang bego, Kina.”

“Elu juga pernah.” Sambung Kina, sambil ketawa.

“Gegara disuruh diet sama Erin, dua hari kurang makan—mau mati ‘kan? Makanya gausah diet, bego.”


“They’re special. A kind of.”

Ki-Ka: Amat, Okta, Kina, Opa, Sukma, April, Erin, Cibi, Ninuk, Mara
Fokusnya ke orbs? Memang.
Ceritanya lagi di Carita. Ceritanya.

Senin, 14 September 2015

bicara tentang

Dari segala hal yang mengganggu pikiranku, kenapa harus kamu?

Aku bertanya.
Dalam dan lamat-lamat.
-
Bicara tentang kamu; yang pernah dengan tenang menghabiskan senja bersamaku di beranda rumah. Kaki bersisian, mungkin saling bersilang. Langit disepuh warna oranye dari tepi hingga tepi. Atap rumah yang saling menumpuk berkilat keemasan. Tanganku bersidekap di dada, sementara tanganmu menggantung di palang beranda.

Tanpa ada kata, tanpa ada suara.
Masing-masing kita menatap ufuk berwarna hangat.
Kau berbicara sesuatu, tentang hidup.
Dan aku menjawabnya, sesuatu tentang hidup itu.
Semangat, kataku.
Kau mengangguk, menyandarkan dagumu di palang beranda.
Kita menghabiskan matahari hingga lenyap dan malam menggelap.
Larut dalam pikiran masing-masing.
-
Bicara tentang kamu; yang berlumur keringat dan bau, memaksakan baju-bajumu muat dalam kardus indomie. Kita duduk berseberangan di kamarmu yang penuh udara panas. Dahimu meneteskan peluh usai baju-baju itu terkemas. Bersiap dengan tali, kuraih kardus tersebut, mengikatnya hingga rapat.

Kau tersenyum, berterimakasih.
Beberapa kardus lagi dan kita selesai.
Sukses ya, kataku.
Kau mengangguk dan tersenyum.
Kemudian berterimakasih atas kadoku.
Sepatu biru yang entah masih kau kenakan atau tidak.
Kita selesai.
-
Bicara tentang kamu; yang terakhir kutemui lebaran tahun ini. Kita belum sempat marathon film horor sama-sama, kali ini. Bahkan tidak ada kata perpisahan yang terucap.

“KKN kemana, Ti?” Tanyamu, kantung koko putihmu terpercik kuah opor.

Aku menggeleng, mengunyah kue kacangku, “Belum tahu.”
-
Bicara tentang kamu; hujan pun turun.
Bicara tentang kamu; lagu rindu ini masih juga terus terlantun.
Bicara tentang kamu; hati ini masih biru.

Senin, 22 Juni 2015

21.

So many people,
Become songs and poetry,
But will never know:
Our world is full of the ghosts
Of unspoken words and memories
[David Jones]

-

Selamat pecah telor, pemilik tanggal dua puluh satu yang berusia dua puluh satu. Sebetulnya mungkin banyak juga yang punya tanggal kelahiran ini selain oknum yang punya inisial sama sama merek boots anti-banjir ini. Mungkin banyak juga yang turning 21 di hari yang sama. Tapi secara lebih mendetail, cuma ada satu yang dapat birthday card berisi ikon (ikon, yes, ikon) sora, kairi, dan roxas yang kece abis. He he he

21 ya. Kalau jatah umur kita di dunia cuma ada 60 tahun, berarti, sepertiga masa hidup kita memang sudah terlampaui. Udah gede. Dan tampaknya dari sibuk-sibuknya kita semua ngurusin hal-hal (yang, Insyaallah) manfaat untuk masa depan, kayaknya ini awal mula dewasa muda yang sesungguhnya. Mau kemana? Mau ngapain? Mau tamat kuliah berapa lama? Mau cepet nikah apa lanjut kuliah dulu?  Proposal mana proposal? JODOH MANA JODOH?

Gue selalu berharap, kita bisa bersama melalui pait-paitnya (sama mungkin manis-manisnya masa ini). Semoga kita sama-sama tangguh, sama-sama bisa saling sokong. Setelah waktu yang cukup lama kita temenan (sekarang jalan 9 tahun?) emang banyak orang yang ganti dan mengisi hari-hari kita. Tapi seberapa banyak yang tau dark secrets punya kita? Curhat-curhat alay yang isinya kenistaan dan kemarahan, juga kadang protes tentang segala hal?

Bahkan gue udah ga inget awal mula kita kenal. Duduk sebangku? Ada Syifa ada Andis? Entahlah, satu fragmen blur tentang sore hari, ngomongin kopi di pelajaran PPKn-nya Pak Baedo**? Satu fragmen lagi tentang ngomongin Hotni**? Entahlah. Terus ofkors yang gak mungkin dilupa, Calvin Chen dan Wuchun, begadang-begadang sampai jam satu pagi dan kemudian harus ke veldrum.

Banyak hal yang kabur dari ingatan gue. Apa karena saking lamanya kita kenal satu sama lain?

Banyak hal. Saking banyaknya dan saking rahasianya gue gabisa nulis ini satu demi satu disini. Kita bareng lagi karena sharing banyak pengalaman lampau. Karena masa perpisahan. Dan setelah di pisah di tempat kuliah yang beda, kita malah jadi makin ketergantungan satu sama lain? Seperti itu?

Karena dunia baru banyak yang mengecewakan, eh?

Menurut lo, gue bisa baca lo dan menurut gue sebaliknya. Kita sama-sama bisa baca satu sama lain. Kadang nge-handle apa yang ga bisa di-handle orang lain. Setelah beberapa periode berantem, email-emailan, nangis-nangisan, hari ini kita bisa ketawa bareng lagi. Nontonin exo next door padahal kerjaan banyak, numpuk. Sambil cerita segala hal, ngalor ngidul, ga ada yang serius. Tidur siang di tempat lo atau cuma ngobrol-ngobrol bloon jadi tempat pelarian kalo udah pegel sama hidup satu sama lain.

Tapi kadang, meskipun ga ada solusi, selalu ada kesempatan untuk didengar jadi sesuatu yang melegakan, kan? Memberi ketenangan, bahkan?

Kadang (memikirkannya lagi) gue ketawa. Kita antara mirip banget satu sama lain, atau justru sama banget karena ga bisa ketemu dari segi apa beda karakternya.

Sampe sini, gue kehilangan minat nulisnya. Gue terlalu terhanyut pada fragmen kenangan yang banyak. Dan saking banyaknya gue terayun dan terbuai. Larut.

(Lo yang tiba tiba masuk kamar gue buat ngerayain ultah, lo yang rekomenin lagu-lagu Nell yang perih sedap, lo yang selalu ada di balik setiap tantrum gue, nyindir dengan kata-kata tajem tapi bener, lo yang selalu ada meskipun gue kadang ilang-ilangan, lo yang mau bantuin ngoreksi abstrak out of the blue, lo yang jadi tempat konsultasi, and so on, so forth..)

Mungkin ada suatu saat gue bisa menuliskannya dengan lebih rapi lagi. Mungkin.

Untuk sekarang, selamat ulang tahun, selamat menyongsong periode baru. Semoga tambah umur semakin dewasa. Semoga sehat selalu, tapi jangan lupa olahraga. Semoga lancar semester akhirnya. Semoga bahagia selalu. Semoga hal-hal terbaik selalu berada disekitarmu. Hal-hal yang paling baik.

Best wishes.
(dari tukang gambar sora kairi roxas di birthday card-mu)

Kamis, 02 April 2015

Seeing.

"In these most perfect habits / of the waving of the trees / through this imperfect languange / rides a perfect brilliancy."

Lisa Jarnot, This Most Perfect Hill

"Snake walks with that old squiggly stick / walks slow down by the waterfall / shuffling on his bare feet / while dancing on the edge of it."

Gowann

Note: kita juga tanpa alas kaki sampai di ujung menari karena kepleset dan jatuh kepala duluan: nyaris amnesia kalo misalnya kepala terantuk batu x))

"[...] I have been moved by the blue at the far edge of what can be seen, that color of horizons, [...], of anything far away.  The color of that distance is the color of an emotion, the color of solitude and of desire, the color of there seen from here, the color of where you are not. And the color of where you can never go."

"The water that remained was pale blue and on that scorching October afternoon a pale sky met it far away, the distinction between water and air hard to make out."

Rebecca Solnit, The Blue of Distance, A Field Guide to Getting Lost