Jumat, 25 September 2015

mate

Opa mengerjapkan mata, lagi-lagi, diantara dua badan yang menghalang, ia bisa lihat Kina lagi duduk dengan mata terpancang pada layar handphone. Mereka berdua selalu bangun kepagian.

“Paaagi Kina,” Suara khas Opa yang berat tapi lembut menyapa telinga Kina.

“Oh, pagi. Udah bangun? Subuh gih, gue udah tadi abis nyuci.”

Opa meninggalkan kamar. Selesai Opa wudhu dan solat subuh dia membangunkan dua orang lain yang masih pulas, merajut mimpi. Ninuk sama Cibi. Dua-duanya sama-sama susah dibangunin. Kina udah nyerah duluan bangunin mereka. Opa emang yang paling sabar.

Usai satu kamar itu bangun, kamar sebelah juga bangun—tapi hanya dua orang yaitu April dan Sukma. Hari ini yang beli sarapan adalah Ninuk ft. Cibi.

“Bokap juga bukan, tapi pagi hari udah liat muka dia aja.”

“Telfon Amat sama Mara, Pa.” Ujar Sukma. Dua orang berjenis kelamin laki-laki yang beda rumah itu harus di telfon supaya bisa sarapan tepat waktu. Baru kemudian mereka bisa mulai aktivitas masing-masing.

“Halo? Amat? Udah bangun ‘kan? Mara? Oh, lagi mandi. Yaudah, sarapan udah siap, tinggal datang aja ya kesini.” Suara merdu Opa jam 6 pagi sudah sangat dihafal Amat. Meskipun caller ID menunjukkan nama Kina, tapi yang punya handphone paling malas ngomong.

Pagi dimulai usai sarapan nanti, rutinitas ngajar, penyuluhan, atau hanya ketemu staff di Balai Desa sudah jadi agenda masing-masing orang.

Tapi rutinitas itu tidak berlaku untuk dua orang gadis cantik yang baru ngucek-ngucek mata pas sarapan udah ada di depan mata. Yang berambut pendek, Okta, langsung mengambil bungkusan uduk yang masih hangat. Sementara yang berambut panjang, Erin, sibuk mengajak April untuk olahraga pagi. Karena mereka lagi melangsungkan agenda diet.

“Nyokap juga bukan, tapi hampir tiap hari masakin makanan enak.”

Erin membuka forum. Pertanyaan tentang makan siang selalu diutarakannya. Hari ini dia bakal masak spaghetti keju. Bahan bakunya sumbangan dari April. Sukma, yang masakannya juga enak, bakal absen masak hari ini, dia harus ngajar.

Selesai makan pagi. Piring-piring ditumpuk dan dicuci. Karena sama sekali tidak bisa bantu masak, sudah jadi tugas utama Kina untuk mencuci piring, seringnya duet bersama Cibi.

“Galon jangan lupa beli ya, Mar.” Pesan Opa, yang memang perhatian sekali dengan asupan minum yang masuk ke tubuhnya.

“Late night snack.”

Malam sudah larut, rapat sudah selesai, agenda hari ini harusnya diakhiri. Tapi belum ada yang ingin beranjak. Kina dan April laper. Iya, April yang pernah diet selama dua hari aja.

“Gue sama April bikin mie dulu, ya. Ada yang mau nitip ga?”

Tujuh orang mengangkat tangan di udara. Hanya Erin yang masih usaha mempertahankan bentuk tubuh idealnya. Dan setelah di cek lagi di Jakarta. Mereka ber-sepuluh berat badannya tambah sekitar dua hingga tiga kilogram. Apa lagi penyebabnya kalau bukan makan snack di tengah malam?

“Pacar juga bukan, tapi jadi yang paling khawatir kalo pulang malam.”

Mara lagi sibuk, ngontakin Erin sama Okta yang gak ada kabar. Tujuh orang sisanya lagi berharap cemas menunggu mereka berdua pulang. Pasalnya, Erin sama Okta keluar lewat jam 10 malam untuk ke alun-alun Kota.

“Gue khawatir,” Kata Sukma, “Firasat gue ga enak.”

Dan, ternyata, malam itu, jadi malam paling ricuh karena Erin sama Okta diciduk Satpol PP di alun-alun Kota usai beli nasi goreng dan martabak titipan.

“Kenalan juga bukan, tapi jadi yang paling pengertian saat dibutuhkan.”

Minggu kemaren Okta sedih karena kangen pacar di Jakarta sana. Minggu ini giliran Sukma yang ogah-ogahan ngapa-ngapain usai ngajar—bentar lagi alamat putus dari pacar berondongnya. Minggu depan jadwal Erin dapet jadi sudah pasti dia uring-uringan. Tadi malam Opa kangen rumah banget, dia ga mood geser seinci dari kasur pun jadinya. Sekitar tiga malam lalu, Cibi dan Ninuk melek sampai pagi karena masing-masing curhat tentang banyak hal yang membuat mereka badmood. Mara galau banget karena dipilih sepihak jadi Ketua 17-an Kampung.

“Kita ga pernah badmood, ya?” tanya April ke Kina.

“Gue pernah,” Sanggah Kina. April ketawa bego.

“Iya, bete sambil minum tiga botol yakult gara-gara gabisa buang air 6 hari. Emang bego, Kina.”

“Elu juga pernah.” Sambung Kina, sambil ketawa.

“Gegara disuruh diet sama Erin, dua hari kurang makan—mau mati ‘kan? Makanya gausah diet, bego.”


“They’re special. A kind of.”

Ki-Ka: Amat, Okta, Kina, Opa, Sukma, April, Erin, Cibi, Ninuk, Mara
Fokusnya ke orbs? Memang.
Ceritanya lagi di Carita. Ceritanya.

Senin, 14 September 2015

bicara tentang

Dari segala hal yang mengganggu pikiranku, kenapa harus kamu?

Aku bertanya.
Dalam dan lamat-lamat.
-
Bicara tentang kamu; yang pernah dengan tenang menghabiskan senja bersamaku di beranda rumah. Kaki bersisian, mungkin saling bersilang. Langit disepuh warna oranye dari tepi hingga tepi. Atap rumah yang saling menumpuk berkilat keemasan. Tanganku bersidekap di dada, sementara tanganmu menggantung di palang beranda.

Tanpa ada kata, tanpa ada suara.
Masing-masing kita menatap ufuk berwarna hangat.
Kau berbicara sesuatu, tentang hidup.
Dan aku menjawabnya, sesuatu tentang hidup itu.
Semangat, kataku.
Kau mengangguk, menyandarkan dagumu di palang beranda.
Kita menghabiskan matahari hingga lenyap dan malam menggelap.
Larut dalam pikiran masing-masing.
-
Bicara tentang kamu; yang berlumur keringat dan bau, memaksakan baju-bajumu muat dalam kardus indomie. Kita duduk berseberangan di kamarmu yang penuh udara panas. Dahimu meneteskan peluh usai baju-baju itu terkemas. Bersiap dengan tali, kuraih kardus tersebut, mengikatnya hingga rapat.

Kau tersenyum, berterimakasih.
Beberapa kardus lagi dan kita selesai.
Sukses ya, kataku.
Kau mengangguk dan tersenyum.
Kemudian berterimakasih atas kadoku.
Sepatu biru yang entah masih kau kenakan atau tidak.
Kita selesai.
-
Bicara tentang kamu; yang terakhir kutemui lebaran tahun ini. Kita belum sempat marathon film horor sama-sama, kali ini. Bahkan tidak ada kata perpisahan yang terucap.

“KKN kemana, Ti?” Tanyamu, kantung koko putihmu terpercik kuah opor.

Aku menggeleng, mengunyah kue kacangku, “Belum tahu.”
-
Bicara tentang kamu; hujan pun turun.
Bicara tentang kamu; lagu rindu ini masih juga terus terlantun.
Bicara tentang kamu; hati ini masih biru.