Fantasy
“Right when you think it’s over, that’s when it starts to
hover.”
“Just accept that sometimes, there is a sadness that can’t
be erased.”
“When it rains, you get wet. When the wind blows, you shake.
It can’t go any other way. Yeah, it’s natural.”
Disowned Memories
“A short excerpt of memory in my worn out drawer.”
“I want to think of you for the very last time, but..”
“You.”
History of Silence
“I’m just a little tired. Everyone goes through this. Can’t
you just comfort me?”
“Even if they are common words. I should’ve said that I
wanted you to stay.”
Four Times Around the Sun
“While earth went four times around the sun. I longed for
you and shed tears hundreds of times. I longed for you and erased you hundreds
of times. Even after the long time passes and the earth goes ten times around
the sun.”
Grey zone
“I want you so much closer than this. But we are so much
better, when we are not together.”
Newton’s Apple
“It was like a roller coaster ride of never ending
questions.”
“Like Newton’s apple hit the ground, my gravity always lean
towards you.”
“When you are breaking in denial. I will be the one to hold
you.”
“And I’ll burn for you. Each and every part of me belongs to
you. When you’re in your darkest hour. I’ll put them all on fire and guide you.”
Night of Rebirth
“The weak and struggling days, those days are over.”
The Great Escape
“My faith is in danger, shaking like a candle light.”
“Whether it’s temptation or a threat, the thing I’m sure of
I’m always standing opposite of my sincerity.”
“Trapped in between self-pity and hatred. I trap all of
myself in regret.”
“In between the cracks of my heart here and there. The shadows
of despair silently seeps through.”
Dear Genovese
“I’m losing myself in the thick darkness.”
“I was living on while turning away from everything.”
Sunshine
“Don’t argue. Because there’s no one to listen anymore.”
“Don’t argue. Because you’re not the only one struggling.”
Blue
“I hear the rain clashing against the river. It rings
through the clogged up city. The moonlight is hidden by the clouds.”
“Tangled up in blue.”
“The night scene is drenched with rain. The numerous lights
are smearing. Was this always this beautiful?”
Ocean of Light
“I’m in the ocean of light.”
*) I currently listen to Nell's Newton's apple and got distracted by most of the songs
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Ia tidak mempercepat langkahnya malam itu. There’s still
plenty of time left. Setidaknya untuk dirinya sendiri. Perutnya penuh dengan
cola dan beberapa jenis makanan juga asam lambung. Beberapa waktu lalu senyum dan tawa tidak luput
dari wajahnya. Tapi, di dalam hatinya sendiri ia merasa kosong. Seperti kepompong
yang ditinggal sang kekupu pergi. Melompong.
Entahlah. Tiga hari ini semua tidak berjalan dengan
baik-baik saja. Acaranya diundur. Ia harus pasang badan dan tebal telinga
menghadapi segala komentar. Bibirnya lelah mengutarakan argumen yang bukan
merupakan pilihannya. Hari ini pun masih harus menghadapi hal-hal yang
membuatnya menyumpahi setiap organisme
hidup di dunia.
Sepatunya basah karena tersiram air. Spasi yang kurang
sedikit. Bahkan bersalaman dengan orang lain membuat telapak tangannya memiliki
garis merah melintang karena jarum. Tidak berdarah, tapi terasa pedih.
Kakinya masih melangkah. Dari sudut matanya lampu malam
Jakarta berkaburan di kanan dan kiri jalan. Semua jenis kendaraan bermata
merah, mengantri untuk keluar dari jalan. Orang-orang bersenda gurau,
bahagia. Ia merasa seperti gelas eskrim yang berisi kebahagiaan tumpah hingga
kosong karena sang pemilik tersandung di jalan. Kebahagiaannya kini tumpah ruah
di jalan yang dingin sementara sang gelas.. kosong.. kemudian terinjak oleh
orang yang melintas di jalanan.
Ah.
Ia berbicara pada supir tunawicara untuk tahu jalan pulang. Tiba-tiba
merasa nyaman dengan kehadiran sang supir. Begitu saja. Kadang rasa tidak perlu
pembicaraan. Malam mulai merasuk. Beberapa penumpang turun satu per satu. Kini
hanya tersisa tiga penumpang di bus tersebut. Jalan pulang laiknya korek api
yang dua per tiga bagiannya sudah hangus terbakar ketika hujan turun dan
menderas.
Wiper bus bergerak ke kanan dan ke kiri. Tampak gelisah. Tapi
ia merasa semakin tenang. Semuanya terasa benar. Setidaknya untuk hatinya. Tetes-tetes
air membentur jendela bus, menganak-sungai kemudian jatuh bak air mata. Setidaknya
jadi perwakilan untuk air matanya yang tak kunjung turun. Seberapapun sakit hatinya.
Halte pemberhentian. Ia melangkahkan kakinya keluar dari
bus. Orang-orang membuka payung dengan cepat, bergantian, seperti musim yang
menyebabkan bunga-bunga mekar tiba-tiba. Ia membuka payungnya. Melangkah,
menjauh.
Jalanan lebar itu lengang. Sangat lengang hingga ia bisa
mendengarkan tiap-tiap rintik hujan membasahi payungnya. Ia berjalan. Berjalan lagi.
Dan terus berjalan. Hingga jalanan tersebut berkelok dan terbagi menjadi
anak-jalan yang jauh lebih kecil dan lebih lengang. Hingga ia bisa memiliki kesimpulan bahwa
hanya orang-orang dermawan yang menyalakan lampu terang di malam seperti ini.
Hujan menderas. Ia berbelok, memutar. Ia tidak ingin pulang.
Tapi ia sudah begitu dekat dengan tujuannya, pulang. Ia merasakan hujan di telapaknya yang terluka. Perih. Tidak berdarah,
tapi perih. Seperti hatinya.
Perlahan tapi pasti, ia sadar ia hanya berkeliling di
sekitar rumahnya. Tak lama usai belokan demi belokan membuat pikirannya semakin
lurus cahaya terang datang dengan tiba-tiba. Ia tahu rumah tempatnya pulang
sangat dermawan. Cahaya terang bukanlah masalah besar.
Ia pulang.
Tangannya sakit. Kakinya sakit. Dadanya sakit.
Tapi setidaknya, kini kata-kata telah menjadi jalan, bukan
lagi simpul-simpul gagal terurai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar